Rabu, 29 Desember 2010

CONFLICT BETWEEN NORTH KOREA AND REPUBLIC OF KOREA- tugas Hukum Internasional - Harmina 2008-22-068, FISIP HI UPDM (B)

CONFLICT BETWEEN NORTH KOREA AND REPUBLIC OF KOREA

1. What Is The Symptom ?

Memanasnya kembali hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan, dilatarbelakangi oleh rudal latihan yang ditembakkan oleh Korea Utara di wilayah perairan tepatnya Pulau YeonPyeong. Pulau tersebut merupakan salah satu pulau yang dipersengketakan oleh Korea Utara dan Korea Selatan. Pulau tersebut masuk kedalam Zona Demiliterisasi (DMZ) yang merupakan penyangga selebar empat kilometer di sepanjang perbatasan yang ditetapkan berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea, yang melibatkan pasukan PBB pimpinan AS membantu tentara Korsel melawan pasukan Korut yang dibantu pasukan China.[i] Insiden perbatasan ini merupakan yang paling serius sejak perang 1950-1953.[ii]

Perseteruan antara Korea Utara dan Korea Selatan diawali dari Perang Saudara berakar dari perbedaan ideologi. Korea Utara dengan komunisme, di sisi lain, Korea Utara dengan liberalisme nya. Hal ini tidak terlepas dari kondisi politik dunia pada saat itu yaitu Perang Dingin, dimana Amerika Serikat dengan containment policy[iii] dan Uni Soviet dengan komunisme-nya menyebarluaskan paham mereka ke seluruh dunia, dan pada saat itu khususnya di negara-negara Asia, termasuk Asia Timur. Amerika Serikat gencar memberian bantuan dan tenaga militer kepada Korea Selatan demi mengusir komunisme di Korea Utara. Di satu sisi, Uni Soviet pun juga memberikan bantuan militer kepada Korea Utara. RRC sebagai tetangga yang komunis, membantu Korea Utara untuk memukul mundur pasukan Korea Selatan dan tentara PBB.

Perang Semenanjung Korea ini pun berakhir pada dengan ditentukannya perbatasan yang memisahkan kedua bagian korea ini menjadi 2 negara, Korea Utara yang komunis dan Korea Selatan yang liberalis. Sejak saat itu pun, perseteruan keduanya tetap berjalan meskipun mengalami pasang surut.

2. Who Are The Player ?

Perseteruan antara Korea Utara dan Korea Selatan ini merupakan hal yang menentukan Konstelasi keamanan regional di wilayah Asia Timur itu sendiri. Aktor-aktor yang terlibat dalam hubungan antara kedua negara ini adalah (yang paling utama adalah) negara-negara di kawasan Asia Timur itu sendiri seperti Cina dan Jepang, juga aktor dari luar region Asia Timur yaitu Amerika Serikat dan Rusia.[iv]

3. What Is The Growth Engine ?

Pemicu dari konflik tersebut adalah persengketaan wilayah. Sebagaimana realist menganggap bahwa kedaulatan wilayah termasuk integrasi seluruh wilayahnya merupakan hal penting karena disanalah kedaulatan politik negara tersebut berlaku. Memanasnya konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan, dapat memicu munculnya Perang Nuklir. Hal ini dperkuat oleh pengakuan pejabat Korea Utara secara terang-terangan seputar peningkatan pengayaan uranium kepada Siegfried Hecker, pakar nuklir AS saat berkunjung ke fasilitas nuklir Yongbyon.[v] Hal ini menjadi kekhawatiran dari masyarakat dunia, khususnya aktor-aktor yang secara kuat terlibat dalam konstelasi konflik dua negara ini, yaitu Rusia, Amerika Serikat, Jepang, dan Cina.

Cina, sebagai sekutu Korea Utara, mengkhawatirkan memanasnya hubungan Korea Utara dan Korea Selatan ini, khususnya pasca penembakan artileri Korea Utara di Pulau Yeonpyeong.[vi] Hal ini memberikan dilemma tersendiri bagi Cina. Jepang pun merasa terancam, karena Jepang telah lama menganggap Korea Utara sebagai ancaman militer karena program nuklir dan rudalnya. Hubungan antara Jepang dan Korea Utara pun memang telah tegang selama bertahun-tahun. Bahkan, Tokyo menggunakan kebijakan keras terkait program militer Pyongyang serta aksi penculikan warga Jepang selama Perang Dingin untuk melatih mata-mata.[vii]

Aktor lain di luar kawasan Asia Timur, Rusia, menganggap bahwa kejadian tersebut dapat berpeluang menjadi aksi militer yang membahayakan keamanan Asia Timur[viii] dan dapat meluas ke keamanan internasional. Amerika Serikat pun, sebagai sekutu sekaligus partner dagang Korea Selatan, mengecam serangan artileri Korea Utara terhadap sebuah pulau Korea Selatan dan meminta aksi itu dihentikan.[ix]

4. Faktor penyebab konflik ?

v Korea Utara diduga kuat menorpedo kapal Angkatan Laut Korea Selatan (Cheonan) di lepas pantai pulau Baengyeong, 26 Maret 2010.

v Korea Selatan menjadikan pulau di wilayah sengketa, sekitar Zona Demiliterisasi perbatasan kedua negara, sebagai kawasan wisatanya.

v Latihan perang laut multinasional antara Korea Selatan, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, 13-15 Oktober 2010.

v Korea Utara menyerang pulau perbatasan Korea Selatan, dan menewaskan warga sipil dan sejumlah pasukan militer, 23 November 2010.

5. Expand The Frame

Konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan sebenarnya sudah sejak lama terjadi khususnya ditandai dengan Perang Korea yang kemudian berakhir pada 1953. Perang tersebut hanya diakhiri dengan dengan perjanjian gencatan senjata,[x] antara kedua pihak, dan penentuan daerah netral oleh PBB di Semenanjung Korea.

Akan tetapi, konflik ini kembali muncul ke permukaan dengan tensi yang tinggi pada saat Korea Utara menorpedo kapal Angkatan Laut Korea Selatan (Cheonan) dengan lebih dari 100 orang tenggelam, pada 26 Maret 2010,[xi] di lepas pantai pulau Baengyeong dekat perbatasan yang disengketakan.[xii] Sikap ini muncul atas dasar ketidaksenangan Korea Utara atas upaya Korea Selatan menjadi Zona Demiliterisasi sebagai wilayah untuk kunjungan bahkan wisata.[xiii] Sehingga hal ini dianggap cara untuk memberi peringatan kepada Korea Selatan untuk tidak mendekati zona tersebut.

Konflik semakin memanas karena Korea Selatan berpartisipasi dalam latihan perang laut multinasional di wilayah yang dipersengketakan, pada 13-15 Oktober 2010, atas nama Prakarsa Keamanan Proliferasi (PSI) yang dipimpin Amerika Serikat dengan sandi "Eastern Endeavor 10". Sekitar 10 kapal perang dan pesawat tempur dari Korea Selatan, AS, Jepang, dan Australia ikut ambil bagian dalam pelatihan tersebut. Hal ini dianggap sebagai provokasi militer dan pernyataan perang terhadap Korea Utara.[xiv]

Akibatnya, Korea Utara melakukan penembakan ke Pulau Yeonpyeong pada 23 November 2010. Ketegangan diantara kedua negara tersebut bertambah. Amerika Serikat dan Jepang mengecam keras Korea Utara. Atas dasar tersebut, Amerika dan Korea Selatan mengumumkan latihan bersama angkatan laut empat hari termasuk akan diikuti oleh kapal induk AS USS George Washington dengan tujuan mencegah serangan Utara.[xv]

Untuk mempertegas kemarahannya, Korea Selatan menghentikan pengiriman bantuan pangan ke Korea Utara. September, Korea Selatan menjanjikan paket bantuan senilai 10 miliar won termasuk beras, mi instan, semen, dan pasokan barang darurat lainnya setelah banjir besar Agustus 2010 yang menghantam Korea Utara.[xvi] Bahkan, Beberapa jet tempur, kapal perang, kapal selam, dan kendaraan lapis baja artileri telah disiagakan di Pulau Yeongpyeong dan sekitarnya, sebagai basis utama angkatan bersenjata Korea Selatan di perbatasan.[xvii] Hal ini membuktikan bahwa Korea Selatan tidak segan-segan untuk memulai perang dengan Korea Utara. Di sisi lain, Korea Utara pun mengatakan siap menyerang bila kedaulatannya dinodai meskipun hanya sejengkal.

Keterlibatan Amerika Serikat dan Jepang pun terlihat semakin kuat untuk mendukung pertahanan dan kepercayaan diri Korea Selatan terhadap Korea Utara. Bahkan, kedua negara tersebut menekan Cina—sekutu penting Korea Utara yang senantiasa member dukungan ekonomi dan diplomatic[xviii]—agar dapat membuat Korea Utara mengubah sikapnya. Negara-negara tersebut, termasuk Rusia, bahkan sudah cukup lama melakukan perundingan 6 negara yang dikenal dengan 6 Party-talks untuk meredam keinginan Korea Utara bertingkah, khususnya dalam nuklirnya.[xix]

6. Operational (structural) Options Points ?

Apa yang dilakukan oleh Korea Utara ini sesungguhnya adalah untuk mencari perhatian dunia internasional, khususnya negara tetangga bekas saudaranya yaitu Korea Selatan, serta Amerika Serikat.

Untuk menyelesaikan permasalah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan, yang harus dilihat adalah bagaimana cara terbaik untuk menghindari perseteruan lebih lanjut. Merujuk pada kondisi kedua negara tersebut, terlihat jelas terdapat jurang yang cukup besar antara Korea Utara dan Korea Selatan, khususnya dalam kehidupan sosial dan perekonomiannya. Oleh karena itu, yang harus dilakukan oleh Korea Selatan, sebagai kunci utama dalam kasus ini, adalah semakin mengembangkan Sunshine Policy[xx] nya.

Kebijakan yang mengarah pada bantuan ekonomi dan kerjasama ini diharapkan memberikan dampak yang baik dan menjadi pendekatan yang tepat kepada Korea Utara yang perekonomiannya tidak stabil. Sehingga akan terjalin hubungan yang baik yang pada akhirnya mempermudah perundingan dengan Korea Utara, khususnya masalah nuklir secara damai.

7. Communicate

Untuk mengkomunikasikan alternatif penyelesaian masalah, maka dibutuhkan kemampuan diplomasi yang baik dan tentunya. Sebagaimana arah kebijakan politik luar negeri Indonesia periode 2008-2014, yang mengatakan bahwa Indonesia akan semakin aktif dalam upaya perdamaian dunia dan penyelesaian konflik, maka Indonesia haruslah mampu memberi masukan alternatif tersebut kepada pemerintah Korea Selatan, sebagai diplomasi yang efektif terhadap Korea Utara.

8. International Systems

Hubungan konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan ini, bila berkembang semakin jauh, dalam artian apabila satu diantara kedua pihak tersebut melakukan serangan, maka bukanlah mustahil perang nuklir dapat pecah. Hal ini akan membawa dunia kepada perang dunia ketiga, karena perang kedua negara ini akan melibatkan sekutu-sekutu mereka, dan sekutu terbesar dari kedua pihak tersebut adalah negara besar yang sangat ekspansi dalam militer maupun perekonomian, yaitu Cina dan Amerika Serikat.

Ditambah lagi dengan Amerika Serikat dan Jepang yang berada dalam NATO, tentunya akan menyeret lebih banyak lagi aktor-aktor di dalamnya. Kehancuran yang besar tidak akan mungkin terhindarkan bila konflik ini berlanjut dan semakin panas. Konstelasi politik dunia kemungkinan akan terbagi lagi seperti apa yang ada di Perang Dingin, komunisme vs liberalisme.

Endnote



[iii] Kebijakan untuk membendung penyebaran komunisme di dunia, berdasarkan Doktrin Truman.

[vi] Ibid,.

[ix] http://internasional.kompas.com/read/2010/11/23/20451743/AS.Kecam.Penembakan.Korut. Diakses pada tanggal 29 Desember 2010. Pukul 11.30 WIB.

[x] Ibid,.

[xx] Mohtar Mas’oed dan Yang Seung-Yoon. Memahami Politik Korea. Yogyakarta: Gadjah Mada Univeristy Press. 2005. Hal 245.


Istilah sunshine atau sinar matahari diambil oleh presiden Dae-Jung dengan menganalogikan Korea Utara sebagai orang yang dingin, tertutup, dan menggunakan jaket tebal. Oleh karenanya, dengan pancaran sinar matahari yang terus menerus diharapkan orang tersebut akan membuka jaketnya dan menjadi orang yang terbuka.

diplomasi Nuklir Iran ke Venezuela - tugas UAS HI timteng dan afrika, Harmina 2008-22-068, FISIP HI UPDM (B)

Diplomasi Nuklir Iran ke Venezuela

Permasalahan

Kepemilikan nuklir suatu negara di dunia internasional adalah suatu hal yang dianggap dapat mengancam stabilitas dan keamanan internasional. Oleh karena itu, secara resmi negara-negara besar yang dapat memilikinya adalah karena dianggap bahwa negara besarlah yang mampu menjaga keamanan internasional antara lain Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, dan Republik Rakyat Cina yang diatur dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty atau NPT.

Yang menjadi salah satu menjadi isu yang cukup controversial adalah upaya pengayaan uranium oleh Iran sebagai upaya untuk mengembangkan nuklirnya. Negara-negara Barat seperti Amerika mencurigai dan khawatir akan upaya Iran tersebut. Akan tetapi Iran selalu berargumentasi bahwa upaya pengembangan nuklirnya adalah bertujuan damai tidak untuk melakukan usaha menciptakan ketakutan ataupun menyerang suatu negara. terbukti jelas bahwa setelah naiknya Shah Reza Pahlevi, Iran dibantu oleh Amerika dan negara Eropa lain melaksanakan proyek nuklirnya.

Akan tetapi sejak naiknya Ahamdinejad dalam Pemilu Juni 2005, dengan perolehan suara 17.248.782 suara atau sekitar 61,69 persen,[i] menjadi sebuah titik awal perlawanan negara yang merasakan ketidakadilan akibat ulah negara Barat.

Dengan lantang Mahmoud Ahmadinejad pada 11 April 2006 mengumumkan keberhasilan Iran melakukan pengayaan uranium dan dia bersumpah tidak akan menghentikan pengayaan uraniumnya apapun yang terjadi dunia harus menyaksikan satu kekuatan nuklir, yaitu Iran.[ii] Bahkan meskipun telah dijatuhi sanksi dalam resolusi 1737 PBB pada Desember 2006.[iii] Dan pada 9 Juni 2010, PBB mengeluarkan Resolusi 1929[iv] yang memberi sanksi kepada Iran melingkupi sektor perdagangan, finansial, energi dan transportasi. Selain itu, larangan penjualan peralatan, teknologi, dan pelayanan untuk sektor energi Iran.[v]

Perumusan Masalah

Kontroversi akan kepemilikan dan upaya melakukan pengayaan uranium serta pengembangan tenaga nuklirnya, membuat hampir sebagian besar negara di dunia mengisolasi Iran dari hubungan internasional. Baik dengan embargo perdagangan Iran, maupun menghentikan ekspor teknologi dan mesin ke Iran seperti yang dilakukan negara Barat yaitu Eropa dan Amerika.

Di lain sisi, negara-negara yang berdasarkan latar belakang historisnya pernah mengalami clash dengan Amerika maupun sekutunya seperti Rusia dan Cina, serta negara-negara tetangga belakang Amerika Serikat yaitu beberapa negara Amerika Latin seperti Venezuela, Bolivia, Ekuador, ataupun sosialis-demokrat yang moderat semisal Brazil dan Chili, mendukung Iran bahkan menolak pemberian sanksi (apalagi bila sanksi sangat berat) kepada Iran. Iran pun cukup gencar menjalin hubungan dan kemitraan dengan negara-negara Amerika Latin salah satunya adalah Venezuela

Yang menjadi pertanyaan dari makalah ini kemudian adalah Apa kepentingan Iran mempererat hubungan dengan Venezuela ?

Kerangka Teori

Untuk melihat alasan Iran menggiatkan diplomasi dan keakraban dengan negara Amerika Latin (dalam hal ini dan) khususnya Venezuela, maka Kepentingan Nasonal adalah teori yang paling tepat. Karena pada dasarnya, menurut kaum realist, setiap negara sebagai aktor yang rasional, akan mengedepankan kepentingan nasionalnya dengan memperhitungkan cost&benefit.

Menurut K. J. Holsti kepentingan nasional adalah citra mengenai keadaan atau kondisi suatu negara dalam sebuah sistem internasional pada suatu waktu tertentu dan menetapkan sasaran-sasaran yang hendak dicapai negara bersangkutan di masa mendatang dengan jalan mempengaruhi perilaku aktor-aktor lain dalam sistem.[vi]

Pembahasan

Iran merupakan negara yang dianggap mengembangkan energy nuklir. Negara tersebut diindakasikan kaya akan sumber daya utama untuk membuat nuklir, yaitu uranium. Iran mengakui dan berupaya meyakinkan dunia internasional bahwa pengembangan nuklir Iran ini adalah bertujuan damai, demi menjadikan nuklir sebagai energi alternatif di tengah krisis energy dan krisis pangan yang sedang dan semakin melanda dunia, meskipun kandungan minyak di Iran termasuk besar.

Akan tetapi, negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan tentunya sekutu-sekutunya, menganggap bahwa Iran adalah sebuah ancaman baru, apalagi dengan nuklirnya. Mereka tidak mempercayai bahwa nuklir Iran bertujuan damai, melainkan untuk dijadikan senjata nuklir. Bahkan, PBB pun mengeluarkan sanksi keempat untuk Iran pada 9 Juni 2010, yaitu melalui Resolusi 1929[vii]yang memberi sanksi kepada Iran melingkupi sektor perdagangan, finansial, energi dan transportasi. Selain itu, larangan penjualan peralatan, teknologi, dan pelayanan untuk sektor energi Iran.[viii]

Hal ini membuat Ahmadinejad semakin geram dan bersikap keras atas upaya Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengisolasi Iran dari pergaulan internasional. Sikap keras Ahmadinejad ini tidak lain adalah bahwa dia membenci ketidakadilan dari tatanan dunia saat ini serta imperialisme yang dilakukan bangsa Barat. Dengan kata-katanya yang tegas dan kasar mengecam Barat—sebagai contoh adalah pada kasus Israel dan Palestina—Ahmadinejad berusaha membuka mata dunia. Bahkan pada pidatonya di dalam Sidang Majelis Umum PBB 23 September 2010, Ahmadinejad diboikot oleh delegasi beberapa negara yaitu AS, Inggris, Swedia karena melontarkan kritik pedas kepada AS, Kapitalisme, dan PBB.[ix]

Dengan dasar itu, Ahmadinejad mengalihkan pandangannya kepada negara-negara di Amerika Latin seperti Venezuela, Bolivia, Ekuador, ataupun sosialis-demokrat yang moderat semisal Brazil dan Chili. Iran ingin mendapat dukungan agar tidak diisolasi dari dunia internasional. Negara-negara Amerika Latin tersebut pun menolak pemberian sanksi (apalagi bila sanksi sangat berat) kepada Iran. Hal ini lah yang menjadi feed back bagi Iran sehingga dia cukup gencar menjalin hubungan dan kemitraan dengan negara-negara Amerika Latin salah satunya adalah Venezuela.

Ahmadinejad melihat kesamaan yang ada pada Venezuela, khususnya pada karakteristik dan pandangan pemimpinnya, yaitu Hugo Chaves. Baik Ahmadinejad maupun Chavez berambisi membentuk suatu "tata dunia baru" untuk menghapus dominasi negara-negara Barat atas permasalahan global.[x] Mereka sama-sama membenci segala bentuk imperialisme Barat yang hanya merugikan dan mengeksploitasi negara-negara kecil. Chavez selama ini memanfaatkan kekayaan minyak Venezuela untuk menentang pengaruh Amerika Serikat di Amerika Latin dan untuk meningkatkan relasi dengan negara-negara yang tidak dekat dengan AS. Ahmadinejad pun mendukung kebijakan anti-Amerika dari pemimpin sosialis Venezuela tersebut. Oleh karena itu, demi mempererat hubungannya, kedua negara yang sama-sama merupakan negara penghasil minyak terbesar di Timur Tengah dan di Amerika Latin, menggiatkan diplomasi khususnya konsolidasi menciptakan aliansi strategis di bidang politik, ekonomi, teknologi, energi, dan sosial.

Hubungan kedua negara ini mulai intensif diawali sejak Chavez memerintah Venezuela pada 1999. Chavez sudah Sembilan kali melakukan kunjungan ke Iran, terhitung dengan kunjungan oktober 2010 ini. kunjungan ini adalah sebagai balasan atas kunjungan Ahmadinejad ke Venezuela, November 2009.[xi] Pertemuan antara kedua kepala negara ini tentunya selalu membahas dan mencerca apa yang Amerika Serikat dan sekutu nya lakukan. Disamping itu, berbagai kesepakatan-kesepakatan perdagangan pun berhasil tercipta dari pertemuan-pertemuan ini.

Chavez dan Ahmadinejad dalam kunjungan Chavez di Iran, 6 September 2009, menyetujui dan mengadakan konferensi pers atas kesepakatan mengekspor bensin ke Iran sebanyak 20.000 barel per hari.[xii] Di satu sisi, Venezuela dapat memanfaatkan hal ini untuk pembelian mesin dan teknologi dari Iran.[xiii] Pada Oktober 2010 pun, kedua negara negara bersepakat meningkatkan kemitraan di bidang pengolahan gas dan petrokimia. Selama lima tahun terakhir, Iran dan Venezuela membentuk sejumlah kerjasama dan kontrak atas proyek-proyek investasi di bidang minyak dan gas, mengingat kedua negara termasuk dalam kelompok penghasil sumber energi terkemuka di dunia.[xiv]

Pada kunjungan Oktober 2010 ke Iran tersebut, dihasilkan kesepakatan yang cukup penting, Iran dan Venezuela menyepakati sebelas perjanjian dalam kerjasama di bidang minyak, gas alam, tekstil, perdagangan, dan perumahan rakyat. Salah satu proyek adalah pembentukan kerjasama pengiriman minyak. Iran bersedia membantu Venezuela untuk mengapalkan minyak mentah ke Eropa dan Asia. Sebaliknya, Venezuela siap membantu Iran mengatasi keterbatasan kapasitas pengolahan minyak.[xv]

Kesimpulan

Menjalin keeratan dalam hubungan perdagangan dapat dikatakan sebagai salah satu upaya Diplomasi Nuklir yang dilakukan oleh Iran terhadap negara-negara Amerika Latin, khususnya terhadap Venezuela. Kepentingan Nasional Iran adalah agar program nuklirnya dapat diterima baik oleh dunia internasional serta menghindari isolasi yang dilakukan propaganda Amerika Serikat dan Sekutunya. Kesamaan musuh mempermudah Iran dan Venezuela untuk lebih intim dalam menjalin hubungan. Keberadaan Venezuela adalah penting dalam konstelasi kepemilikan energy khususnya minyak di Amerika Latin. Beberapa negara Amerika Latin tentunya memiliki ketergantungan terhadap Venezuela. Hal ini bisa dijadikan bargaining position Venezuela untuk mempengaruhi negara-negara tersebut untuk mendukung kemunculan Iran dalam pergaulan internasional dengan nuklir nya. Hal ini akan semakin mengefektifkan dan menguntungkan diplomasi nuklir yang dilakukan oleh Iran ke negara-negara Amerika Latin, dalam hal ini adalah Venezuela.

Endnote



[i] Achmad Munif. 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia. Narasi:Yogyakarta 2007. Hal.11.

[ii]''Fox News'': Iran President: We Won't Retreat 'One Iota'".Foxnews.com.2006-04-14. http://www.foxnews.com/story/0,2933,191588,00.html. Diakses pada 31 oktober 2010. Pukul 18.30 WIB.

[iii] Achmad Munif., Hal. 12

[v] http://dunia.vivanews.com/news/read/167026-sansi-uni-eropa--memukul--iran . Diakses pada 31 oktober 2010. Pukul 18.35 WIB.

[vi] Kalevi J. Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, Cet. Kedua diterjemahkan oleh Wawan Juanda, (Bandung: Penerbit Bina Cipta, 1992). Hal.169.

[xiii] Ibid,.