Senin, 10 Januari 2011

Kepentingan ASEAN menandatangani perjanjian ACFTA

HARMINA 2008-22-068

FISIP HI UPDM (B)

EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL II


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Terbentuknya ACFTA

Perubahan episentrum ekonomi diyakini sedang berlangsung dari yang selama ini dikuasai AS atau kebanyakan negara Eropa melalui kapitalisasi institusi perbankan mereka, menjadi ke Asia. Hal ini terbukti dengan munculnya kekuatan perekonomian saat ini di kawasan Asia Timur, khususnya Cina. Berkat kapitalisasi sistem ekonomi yang dijalankan oleh Deng Xiaoping[1], Cina dapat merangkak menuju era baru yang saat ini berhasil membuat perekonomian Cina terdepan di dunia. Untuk menunjang peningkatan kekuatannya, Cina memandang ke kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang strategis.

Di sisi lain, ASEAN pun menganggap bahwa kebangkitan Cina haruslah dilihat sebagai suatu peluang ekonomi yang akan sangat menguntungkan ASEAN daripada sebagai sebuah ancaman seperti yang dikatakan oleh Sekjen. ASEAN, Ong Keng Yong.[2]

Itikad untuk mempererat kerjasama antara Cina dan ASEAN memang sudah dimulai sejak 1990an tepatnya 1993[3] dimana pada saat itu Cina mengundang negara-negara ASEAN yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, Dato’ Ajit Singh ke Beijing,Cina. Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Oian Oichen atas Pemerintah Cina pun mengajukan proposal kerjasama antara Cina-ASEAN dalam ekonomi dan perdagangan. Hal ini kemudian berlanjut pada diadakannya pertemuan di Bandar Seri Bengawan, Brunei Darussalam antara Menteri Ekonomi ASEAN dan Menteri Perdagangan Cina dimana Cina menawarkan proposal ASEAN-China Free Trade Area dalam periode 10 tahun, pada tahun 2001.[4]

Atas share interest tersebut, diwujudkanlah sebuah Free Trade Agreement antara Cina dan ASEAN yang kemudian disebut dengan ACFTA. ACFTA Agreement resmi ditandatangani pada 4 November 2002[5] oleh Cina dan ASEAN, di Phnom Penh, Kamboja. Dalam ACFTA Agreement ini disepakati akan dilaksanakan liberalisasi penuh pada tahun 2010 bagi ASEAN-6 yang terdiri dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Filipina. Sedangkan, untuk CLMV atau ASEAN-4 (Cambodia, Laos, Myanmar, and Vietnam) melakukan liberalisasi penuh pada tahun 2015, dimana pada tahun yang ditetapkan tersebut penurunan tariff bea masuk telah mencapai 0%.[6]

Mengetahui bahwa kemampuan dari negara-negara ASEAN ternyata berbeda-beda, maka seiring perjalanan menuju liberalisasi penuh tersebut, rutinlah diadakan pertemuan-pertemuan untuk membahas mengenai mekanisme maupun aturan dalam perdagangan dan perekonomian tersebut.sebagai contoh, pada pertemuan November 2004 di Vientiane, menghasilkan aturan-aturan ACFTA.

1.2. Permasalahan

Ditandatanganinya kesepakatan dan aturan-aturan ACFTA ternyata mempengaruhi volume perdagangan serta investasi ASEAN dan Cina.

sumber : Olah data dari aseansec.org[7]

Pada tahun 2008 jumlah ekspor Cina ke ASEAN[8] mencapai US$ 102.326.865,90 sedangkan jumlah ekspor ASEAN ke Cina mencapai US$ 116.057.085,80. Investasi Cina ke ASEAN[9] pada tahun 2006 mencapai US$ 2.149,40 juta dan mengalami peningkatan pada tahun 2007 yaitu US$ 3.245,7 juta.

Akan tetapi seiring perjalanannya, ternyata, beberapa negara ASEAN pun di dalam negerinya menghadapi gelombang penolakan yang berasumsi bahwa ACFTA akan menguntungkan 1 sisi saja, yaitu Cina. Ditambah lagi, bahwa ternyata komoditi perdagangan negara-negara ASEAN tidak berbeda jauh dengan Cina, antara lain tekstil dan manufaktur. Logikanya, dengan jumlah penduduk yang sangat besar diiringi dengan kemajuan teknologinya, kapasitas produksi Cina tentunya lebih besar dari negara-negara ASEAN. Produk Cina semakin membanjiri ASEAN. Masyarakat kemudian mendorong pemerintahnya untuk melakukan renegosiasi atas tariff produk-produk tertentu. Sebagai contoh, Indonesia yang mengajukan renegosiasi sebanyak 228 pos tarif dalam kerangka implementasi perjanjian perdagangan bebas Asean-China (ACFTA) kepada Cina.[10] Hal ini menunjukan ketidaksiapan ASEAN dan ketakutan akan gempuran Cina.

1.3. Perumusan Masalah

Merujuk pada hal-hal yang dijabarkan diatas, timbul lah penafsiran bahwa kerjasama yang seharusnya terjalin malah menghasilkan hubungan yang kompetitif diantara mereka (ASEAN dan Cina). Maka, yang kemudian menjadi pokok permasalahan untuk diketahui adalah mengapa ASEAN melakukan kerjasama ekonomi menyeluruh dengan Cina dalam kerangka ACFTA ?

1.4. Kerangka Teori

Esensinya, dalam sebuah kerjasama melibatkan beberapa pihak didalamnya. Suatu bentuk ikatan kerjasama antar negara tak terlepas dari tujuan dibentuknya kerjasama tersebut serta sejauh mana keuntungan bersama melalui kerjasama tersebut dapat mendukung kepentingannya. Saat ini kerjasama yang cukup menjadi trend adalah kerjasama ekonomi intra-regional yang bertujuan menciptakan stabilitas ekonomi bagi pelaku kerjasamanya.Disamping itu, kerjasama dilakukan untuk dapat saling memenuhi kebutuhan negara dengan tujuan mencapai kepentingan para pelaku kerjasama.

Oleh karena itu, untuk menganalisa permasalahan diatas, penulis menggunakan teori kerjasama dari J. Frankel, untuk memperlihatkan mengapa dibuat kesepakatan menjalin erat kerjasama ekonomi dan perdagangan Cina-ASEAN. Sedangkan, penulis menggunakan teori H-O dari Heekser-Ohlin untuk menjadikan suatu titik tolak terhadap kenyataan yang ada bahwa (semestinya) dalam sebuah kerjasama, haruslah saling melengkapi dan tidak terdapat persaingan komoditi perdagangan para aktor.

1. Teori Kerjasama J. Frankel

Kerjasama merupakan suatu hubungan yang teridentifikasi dari tujuan-tujuan bersama dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam mencapai tujuan dari kerjasama yang dilakukan. Pada tatanan dunia, kerjasama antar negara sangat dibutuhkan dalam menunjang tercapainya tujuan-tujuan bersama itu. Kerjasama yang fungsional adalah bahwa setiap negara tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya bantuan dan dukungan dari negara lain, untuk itu sifat fungsional dari kerjasama tersebut adalah kerjasama itu memiliki fungsi untuk dapat saling memenuhi kebutuhan suatu negara.[11]

2. Teori H-O

Tiap negara akan berspesialisasi pada jenis barang tertentu dan mengekspornya, yang bahan baku atau faktor produksi utamanya berlimpah atau harganya murah di negara tersebut dan mengimpor barang-barang yang bahan baku atau faktor produksi utamanya langkah atau mahal.[12]

BAB II

ISI

Cina dengan jumlah penduduk yang hampir seperempat jumlah penduduk dunia, saat ini menjadi negara dengan industri yang kuat dan teknologi yang (bisa dikatakan) lebih maju dibandingkan dengan negara Asia lain. Cina diuntungkan dengan jumlah sumber daya manusianya yang besar yang dapat dijadikan tenaga produksi untuk berproduksi maksimal dan efektif disertai pemanfaatan teknologinya.

Kebangkitan Cina dalam konstelasi politik dan ekonomi dunia internasional telah membuat semacam ketakutan bagi negara-negara besar yang memegang hegemoni perekonomian seperti Amerika dan Eropa atau dengan kata lain negara Barat. Memang Cina tidak seperti mereka yang saat ini mapan sebagai hasil dari penjajahan mereka di masa lalu. Cina merangkak bangkit dengan caranya sendiri. Cina (dapat dikatakan) berhasil menantang hegemoni tersebut. Hal ini semakin dibuktikan dengan adanya krisis ekonomi global 2008, Cina menjadi salah satu negara yang dapat bertahan dalam terpaan krisis yang disebabkan oleh resesi di Amerika. Cina mengalami pertumbuhan perekonomian yang positif.

Asean-China Free Trade Area (ACFTA) diharapkan menjadi sebuah wadah kerjasama ekonomi menyeluruh bagi negara-negara ASEAN dan Cina yang kelak akan memberikan realisasi nyata keuntungan ekonomi bagi seluruh negara ASEAN dan tentu saja tidak melupakan Cina sebagai partner didalamnya. Hal tersebut membuat ASEAN haruslah bersyukur karena telah menjalin hubungan kerjasama menyeluruh dengan Cina yang telah mereka mulai sejak tahun 2004 dalam kerangka ACFTA. Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, perjanjian ACFTA resmi ditandatangani pada 4 November 2002[13] oleh Cina dan ASEAN, di Phnom Penh, Kamboja. Dalam ACFTA Agreement ini disepakati akan dilaksanakan liberalisasi penuh pada tahun 2010 bagi ASEAN-6 yang terdiri dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Filipina. Sedangkan, untuk CLMV atau ASEAN-4 (Cambodia, Laos, Myanmar, and Vietnam) melakukan liberalisasi penuh pada tahun 2015, dimana pada tahun yang ditetapkan tersebut penurunan tariff bea masuk telah mencapai 0%.[14] Pada ahir tahun 2006 pun pertemuan ASEAN – Cina telah diselenggarakan di kota Nanning, Propinsi Guan Xi, Cina, dengan salah satu agendanya untuk memantapkan visi bersama dalam rangka Pasar Bebas Kawasan Cina – ASEAN (China-ASEAN Free Trade Area/CAFTA).[15]

Perjanjian yang efektif sejak 1 Januari 2010 tersebut mengubah peta pasar di Cina maupun (khususnya ASEAN). Seiring perjalanannya, setelah diratifikasi tahun 2004[16], banyak bermunculan pro dan kontra terhadap ACFTA. Yang paling banyak bermunculan pandangan kontra terhadap ACFTA ini adalah negara-negara ASEAN, seperti (sebagai contoh) Indonesia. Dalam Indonesia muncul gejolak-gejolak yang mendorong pemerintahan agar membatalkan perjanjian ACFTA tersebut. Ketakutan-ketakutan[17] akan sector-sektor industri kecil atau industri rumah tangga serta para pebisnis-pebisnis lokal bahwa mereka akan tergilas oleh barang-barang Cina yang memang telah lama masuk dengan bebas di Indonesia. Mereka berasumsi bahwa kerugian terbesar akan di dapatkan negara-negara ASEAN khususnya Indonesia, karena Cina pada dasarnya sudah menjadi hegemoni yang ingin mengekspansi perekonomiannya ke kawasan ASEAN yang sangat strategis.

Disamping itu, berdasarkan statistic dibawah ini, terlihat bahwa Komoditas ekspor Cina dan ASEAN baik dari Cina ke ASEAN maupun dari ASEAN ke Cina, mempunyai komoditi dagang yang sama.

Sumber: ASEAN Statistic Year Book 2008[18]

Sumber: ASEAN Statistic Year Book 2008[19]

Sumber: ASEAN Statistic Year Book 2008, page 96[20]

Sumber: ASEAN Statistic Year Book 2008[21]

Memang kemudian muncul pemikiran bahwa ASEAN tidak akan mendapatkan untung apabila memperdagangkan komoditas yang sama dengan Cina. Sayangnya, pandangan ini sesungguhnya bersifat pesimistis belaka. Sesungguhnya, Indonesia beserta negara-negara ASEAN lainnya memiliki potensi kuat untuk mengembangkan serta memperkuat stabilitas ekonominya yang akan berdampak pada sektor-sektor lain. Karena, pada dasarnya momentum ACFTA ini (seharusnya) dapat dimanfaatkan oleh ASEAN.

Yang pertama, Cina sebagai negara industri besar saat ini, berdasarkan data diataspun, terlihat bahwa mereka membutuhkan barang-barang dari ASEAN untuk melakukan produksi. Industri-industri yang terdapat di Cina pun cukup banyak, apalagi bila melihat bahwa jumlah penduduk Cina sangat banyak. Maka, kontinuitas keuntungan ekonomi yang akan didapatkan ASEAN meskipun tidak sebesar dengan apa yang Cina dapatkan, bisa memberikan jaminan bahwa roda perdagangan dan perekonomian ASEAN akan tetap berputar.

Yang kedua, ASEAN, sebagai suatu organisasi regional tersusun atas negara-negara yang sebagian besar merupakan negara perkebunan dan beberapa diantaranya merupakan negara agraria, dapat menjadikan kelebihan sumber daya alamnya[22] ini sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan dalam perdagangan dengan Cina. Apalagi bila mengetahui bahwa Cina merupakan negara besar dengan jumlah populasi hampir ¼ dari jumlah penduduk dunia tentu saja membutuhkan pangan untuk dikonsumsi dan Cina merupakan negara industri besar saat. Tentu saja mereka akan secara berkesinambungan membutuhkan barang-barang untuk melakukan produksi.

Selanjutnya, Negara ASEAN juga kaya akan sumber daya mineral dan energi. Terhitung pada tahun 2008, volume perdagangan ASEAN dalam batubara, minyak dan gas bumi ataupun hasil penyulingan, dan batu-batuan mineral keluar ASEAN mencapai US$ 94,178.21 juta dan terbesar termasuk menuju Cina.[23] Tentu saja sebagai negara industri, Cina membutuhkan sumber daya energi serta bahan mentah sebagai bahan baku untuk menyokong perindustriannya. Ditambah dengan semakin majunya teknologi Cina, maka kompleksitas ketergantungan bahan baku pun akan semakin meningkat. ASEAN, disamping mendapat keuntungan ekonomi, juga bisa menikmati teknologi yang cukup maju miliki Cina. Dengan begitu perekonomian ASEAN pun bisa meningkat atau setidaknya stabil. Hubungan perdagangan antara ASEAN dan Cina semakin kuat dalam beberapa tahun terakhir total perdagangan antara ASEAN dengan Cina mencapai US $ 192,5 milyar pada tahun 2008, pertumbuhan perdagangan ini menempatkan Cina sebagai mitra dagang terbesar ketiga ASEAN dengan presentase 11,3 persen dari total perdagangan ASEAN yang mencapai US$ 1,710.4 milyar.[24]

Disamping itu, ASEAN juga mendapatkan keuntungan dari ACFTA. Salah satu pertemuan untuk mempererat investasi antara kedua negara tersebut diadakan pada 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand.[25] negara ASEAN pun sebelumnya telah mendapatkan keuntungan dalam hal pembangunan. Sebagai contoh, Cina menanamkan investasinya dalam pembangunan Area Industri Suzhou yang menjadi symbol persahabatan dan kerjasama antara Cina dan Singapura; Cina juga menanamkan modalnya pada pembangunan Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa Madura, yang tentunya member kemudahan akses bagi warga Madura khususnya mempermudah dan mempermurah arus barang yang biasanya terpusat di Pulau Jawa; di Filipina, Cina ikut membangun Pusat Teknologi Pertanian Filipina yang cukup penting dalam mengatasi kekurangan pangan warga local.[26]

BAB IV

KESIMPULAN

ACFTA sebagai kerangka kerjasama perekonomian dan perdagangan menyeluruh antara ASEAN dan Cina pada dasarnya merupakan peluang besar bagi kemajuan dan perkembangan perekonomian kedua aktor tersebut. Secara kasar memang Cina dapat memperluas ekspansi perekonomiannya sehingga memperkuat kedudukan hegemoni perekonomiannya di dunia. Akan tetapi, ACFTA ini pun sangat berpeluang untuk dan memberikan keuntungan yang besar bagi ASEAN.

Meskipun beberapa komoditi ekspor mereka serupa, seperti tekstil dan manufaktur, tetapi, mesti diingat bahwa ASEAN masih memiliki kekayaan bahan mentah serta pertanian dan perkebunan yang sangat dibutuhkan oleh Cina. Negara-negara anggota ASEAN pun pada kenyataannya mendapatkan keuntungan dalam pembangunan perekonomian mereka yaitu melalui investasi Cina dalam infrastruktur yang dapat menyokong perekonomian ASEAN. Sehingga, pada akhirnya kerjasama ASEAN dan Cina dalam kerangka ACFTA pun dapat menghasilkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN yang tentu saja berdampak positif bagi perekonomian negara-negara anggota ASEAN, bukan hanya—seperti yang diasumsikan kebanyakan orang bahwa—Cina saja yang diuntungkan. Mereka dapat saling melengkapi, Cina mendapat apa yang dia inginkan dari ASEAN yaitu barang mentah sebagai bahan baku produksi dan perluasan ekspansi ekonominya,sedangkan ASEAN pun mendapat apa yang dia inginkan dari Cina yaitu peningkatan ekonomi yang berkesinambungan yang (dapat) menciptakan stabilitas perekonomian.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Mallarangeng, Rizal. 2008. Dari Langit kumpulan esai tentang manusia, masyarakat, dan

kekuasan. Jakarta: KPG bekerjasama dengan Freedom Institute.

Frankel, J. 1980. Hubungan Internasional, Alih Bahasa Laila H Hasyim. Jakarta: ANS

Singgih Bersaudara.

T.H Tambunan, Dr. Tulus. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Jakarta:

Ghalia Indo.

Internet

http://bisnis.vivanews.com/news/read/141591negosiasi_acfta_gagal__kadin_datangi_mendag

http://hariansib.com/?p=109346 .

http://nasional.kompas.com/read/2010/02/03/0256464/Realistis.Menghadapi.ACFTA.

http://tabloiddiplomasi.com/index.php/current-issue/73-suplemen/698-meningkatnya-

pertumbuhan-perdagangan-asean-dengan-china.html.

http://www.asean.org/5874.htm.

http://www.asean.org/13196.htm.

http://www.asean.org/15157.htm.

http://www.aseansec.org/5875.htm.

http://www.aseansec.org/18137.htm.

http://www.aseansec.org/18144.htm.

http://www.chinadaily.com.cn/china/2010-02/04/content_9430560_2.htm.

http://www.chinadaily.com.cn/english/doc/2004-10/11/content_381560.htm.

http://www.fta.gov.sg/fta_acfta.asp?hl=2.



[1] Rizal Mallarangeng, Dari Langit kumpulan esai tentang manusia, masyarakat, dan kekuasan dalam Reformasi Ekonomi di Cina dan Uni Soviet: Sebuah Perbandingan, hal. 333.

[3] http://www.aseansec.org/5875.htm. Diakses pada 17 Januari 2010, 07.30 P.M.

[4] http://www.asean.org/13196.htm. Diakses pada 17 Februari 2010, 07.35 P.M.

[5] http://www.asean.org/15157.htm. Diakses pada 9 Mei 2010, 08.00 P.M

[6] http://www.fta.gov.sg/fta_acfta.asp?hl=2. Diakses pada 8 Mei 2010, 07.00 P.M

[7]http://www.aseansec.org/18137.htm. Diakses pada tanggal 26 Mei 2010, 08.00 P.M

[8] Lebih lengkapnya dapat diakses di Statistik ASEAN, http://www.aseansec.org/18137.htm

[9] http://www.aseansec.org/18144.htm. Diakses pada tanggal 26 Mei 2010, 08.00 P.M

[11] J.Frankel, hubungan Internasional, Alih Bahasa Laila H Hasyim. (Jakarta: ANS Singgih Bersaudara, 1980), hal. 102

[12] Dr. Tulus T. H. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional. (Jakarta: Ghalia Indo, 2004), hal. 68

[13] http://www.asean.org/15157.htm. Diakses pada 9 Mei 2010, 08.00 P.M.

[14] http://www.fta.gov.sg/fta_acfta.asp?hl=2. Diakses pada 8 Mei 2010, 07.00 P.M.

[15] http://www.asean.org/5874.htm. Diakses pada 5 Maret 2010, 04.00 P.M.

[16] http://hariansib.com/?p=109346 . Diakses pada 5 Maret 2010, 03.00 P.M.

[18] Dengan keterangan jumlah Electric machinery equimpment and parts; sound equipment; television equipment sebesar US$ 22,213.9 Million dan untuk Nuclear reactors, boilers, machinery and mechanical appliances; parts thereof sebesar US$ 13,929.1 Million. Lebih lengkapnya dapat dilihat di dalam: The ASEAN Secretariat, ASEAN Statistical Yearbook 2008, hal. 96

[19] Dengan keterangan jumlah Electric machinery equimpment and parts; sound equipment; television equipment sebesar US$ 30,361.6 Million dan untuk Nuclear reactors, boilers, machinery and mechanical appliances; parts thereof sebesar US$ 23,663.0 Million. Lebih lengkapnya dapat dilihat di dalam: Ibid,.

[20] Dengan perbandingan ekspor ASEAN sebesar US$ 22,213.9 Million dan ekspor Cina sebesar US$ 30,461.6 Million. Dapat dilihat dalam: Ibid,.

[21] Dengan perbandingan ekspor ASEAN sebesar US$ 13,929.1 Million dan ekspor Cina sebesar US$ 23,663.0 Million. Dapat dilihat dalam: Ibid,.

[22] Lebih lanjut, dapat dilihat pada profile negara ASEAN yang bisa diakses di www.aseansec.org

[23] Lengkapnya, perdagangan dan investasi ASEAN dilihat di http://www.aseansec.org/18137.htm

[25] http://www.asean.org/5874.htm. Diakses pada 11 Maret 2010, 02.30 P.M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar