Senin, 05 Juli 2010

ORGANISASI INTERNASIONAL

TUGAS ADMINISTRASI DAN ORGANISASI INTERNASIONAL

HARMINA 2008-22-068

FISIP HI UPDM (B)


PERGANTIAN KEDUDUKAN CINA OLEH RRC

SEBAGAI DEWAN KEAMANAN PBB


Perang saudara antara front komunis pimpinan Mao Zedong dan front nasionalis pimpinan Cheng Kay-Sek berakhir dengan kekalahan front nasionalis yang menyingkir ke Pulau Formosa (saat ini disebut Taiwan) pada tahun 1949. Dengan begitu, Cina terbagi dua yaitu Cina Komunis dengan nama Republik Rakyat Cina (yang selanjutnya akan disebut RRC) dan Cina Nasionalis (Republik Cina). Kemenangan front komunis ini menjadi awal dari sebuah kompleksitas yang kemudian muncul di dalam PBB.

RRC, sebagai sebuah negara yang telah merdeka, tentunya ingin mendapatkan kedudukan di mata internasional. Mengetahui bahwa Republik Cina[1] merupakan salah satu Dewan Keamanan Tetap PBB, maka RRC pun berusaha untuk mendapatkan posisi tersebut sebagai perwakilan Cina yang “legal.” Hal ini kemudian memunculan perdebatan sengit, dan tak lain pertentangan datang dari Cina Nasionalis dengan dukungan Amerika Serikat. Di sisi lain, Uni Soviet mendukung usaha RRC untuk menjadi perwakilan resmi Cina di PBB.[2]

Intensitas ketegangan pun mulai meningkat karena selalu muncul usaha masing-masing kubu kepentingan yang pro maupun yang kontra mengenai masalah perwakilan RRC. Tahun 1949 RRC yang meminta PBB untuk mencabut segala hak delegasi Cina Nasionalis untuk terus mewakili rakyat Cina di PBB,[3] ditanggapi Cina Nasionalis sebagai usaha yang mengancam integritas wilayah dan kemandirian politik Cina.

Masalah semakin memanas ketika Sekretaris Jenderal mengirimkan memorandum yang menegaskan bahwa tidak ada satupun penghalang bagi sebuah negara yang secara sah dan secara hukum diakui serta mewakili rakyatnya untuk ikut serta dalam PBB dan seluruh organ didalamnya, kepada Cina nasionalis. Bagi Cina Nasionalis, hal ini dianggap sebagai sebuah upaya yang mencoreng tujuan PBB dalam menciptakan perdamaian dunia. Karena ditakutkan bahwa bila Cina Komunis melanggeng di PBB, maka ekspansi ke Asia Tenggara akan sulit dibendung. Apalagi Cina Nasionalis berargumen bahwa ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Sekretaris Jenderal khususnya dalam penyiapan memorandum yang ternyata tidak seluruh anggota Dewan Keamanan menerimanya. Dan merujuk pada pasal 94 Piagam, memungkinkan adanya intervensi dari Dewan Keamanan kepada Sekretaris Jenderal. Cina Nasionalis mengecam usaha Sekretaris Jenderal untuk membuat masalah perwakilan Cina di PBB tidak akan mengancam keamanan dan perdamaian internasional karena diindikasikan terdapat kepentingan yang menungganginya.

Dan kembali terlihat bahwa banyak kepentingan yang terbawa dalam badan PBB yaitu (salah satunya) ketika Uni Soviet menduduki posisi Presiden Dewan Keamanan, mereka bersikeras agar Cina Nasionalis ditendang keluar dari Dewan Keamanan, yang kemudian usul ini ditolak saat pemungutan suara.

Berbagai usulan pun dilemparkan ke Majelis Umum yang kemudian diteruskan kepada Komite Politic Ad Hoc. Kuba mengajukan masalah representasi ini kepada Majelis Umum PBB untuk diangkat dalam sidang ke-V tahun 1950 agar membahas perihal surat kepercayaan dan masalah legalitas. Cina Nasionalis berusaha memperumit masalah representasi RRC dengan mengamandemen draft resolusi yang menyatakan bahwa keputusan Majelis Umum PBB mengenai legalitas representasi suatu negara anggota didasarkan atas masalah mendesak yang memerlukan 2/3 suara. Sedangkan, Inggris tidak mempermasalahkannya karena menganggap bahwa RRC telah mewakili keseluruhan Rakyat Cina.

Dalam awal sidang tersebut India dan Uni Soviet mengusulkan agar RRC lah yang mewakili Cina di badan PBB, dan kemudian ditolak oleh Majelis Umum. Terlihat kembali bahwa ada nuansa politis dalam keputusan Majelis Umum ini yang berusaha menunda . Atas usul Kanada, Majelis Umum pun membentuk komite khusus, akan tetapi dalam persidangan berikutnya, Majelis Umum menyetujui resolusi bahwa komite khusus belum memberi rekomendasi tentang masalah ini. Majelis Umum juga menyuruh Komite Umum untuk menunda pembahasan setiap usulan agar Pemerintah RRC tidak mewakili Cina di Majelis Umum PBB selama persidangan yang berlangsung sampai tahun 1960.

Lalu, tahun 1961 dan (tepatnya) menjelang persidangan Majelis Umum PBB ke–XX tahun 1965, perdebatan kembali muncul dari pihak yang pro dengan kontra dan dimenangkan oleh draft pihak kontra yaitu 11 negara[4] yang mengusulkan agar masalah perwakilan Cina di PBB dijadikan masalah mendesak yang memerlukan 2/3 mayoritas suara. Sedangkan draft pihak pro yaitu 12 negara[5] menghendaki agar RRC yang duduk dan mewakili Cina di PBB serta menendang Chiang Kay-Sek dari posisinya di PBB, ditolak.

Seiring dengan semakin banyaknya negara-negara yang merdeka, maka anggota PBB pun semakin bertambah. Hal ini mempengaruhi dinamika permasalahan perwakilan Cina di PBB.

Akhirnya pada tahun 1971 menjelang sidang Majelis Umum PBB ke-XXVI, ketujuhbelas negara[6] bersepakat pada Juli 1971 agar menambahkan mata acara Restoration of the Lawful Rights of the People’s Republic of China in the United Nations sesuai dengan Peraturan 20, termasuk memorandum penjelasannya.

Pada intinya ketujuhbelas negara tersebut menekankan dan menyetujui bahwa representasi RRC di PBB mewakili Cina merupakan hal yang patut untuk segera dilaksanakan. Kedudukan Chiang Kay-Sek pun harus digantikan oleh pemerintah RRC. Hal ini disebabkan oleh bahwa RRC dianggap telah mewakili seluruh rakyat Cina, sedangkan, Taiwan tidaklah mewakili rakyat Cina karena disana terdapat tentara Amerika yang berkedudukan tetap.

Mereka menganggap bahwa selama ini usaha untuk menuduh RRC dan mempertahankan posisi Republik Cina di PBB adalah bersifat politis dari Amerika yang (mungkin) akan menjadi contoh buruk bagi negara lain bahkan merusak citra dan eksistensi PBB kedepannya. Akibatnya, Amerika dan PBB dianggap menyalahi tujuan dan prinsip universalitas PBB, yang kelak kemungkinan akan dilakukan lagi terhadap bangsa lain. Padahal, RRC telah memulai usaha memperbaiki diri dengan mendemonstrasikan keinginannya hidup damai yang direalisasikannya melalui kebijakan-kebijakan bersifat damai bersama dengan negara lain. Jadi seharusnya, bukanlah suatu masalah bila representasi Cina digantikan oleh pemerintah RRC.

Amerika Serikat(pihak kontra) mengajukan mata acara The Representation of China in United Nations pada agustus 1971. AS mengatakan bahwa UN harus bertanggung jawab dalam masalah keterwakilan Cina di PBB. AS juga mengatakan bahwa PBB tak perlu ikut campur urusan antara RRC dan Republik Cina. RRC tetap dapat menjadi perwakilan Cina, tetapi posisi Republik Cina tidak ditiadakan.

Situasi semakin memanas dan memuncak dalam Rapat Umum 22 September 1971. Oleh Komite Umum, usulan Amerika mengenai mata acara The Representation of China in United Nations diterima, sedangkan memasukkan dua mata acara sebagai sub-sub mata acara dari Question of China, ditolak karena (bagi pihak pro RRC) hal ini dianggap tak relevan dan merupakan usaha politik 2 china dengan 2 representasi. Kemudian Komite Umum merekomendasikan mata acara dari 11 negara dan AS kepada Majelis Umum.

Atas rekomendasi tersebut, pemungutan suara hanya diadakan terhadap mata acara yang diusulkan oleh AS, mata acara 11 negara diterima tanpa ditolak. Tanggal 18 sampai 25 oktober 1971 dilakukan pembahasan mata acara Restoration of the lawful rights of the people’s Republic of China in the UN yg diterima dalam agenda Majelis Umum PBB. Ada sekitar 7 draft resolusi yang diajukan.

Draft resolusi pertama[7] menyatakan bahwa wakil Cina yang sah diakui satu-satunya di PBB adalah RRC dan Chiang Kay-Sek harus tendang karena kedudukannya tak sah. Arab menanggapi dengan mengajukan amandemen yang menekankan bahwa pemerintahan RRC secara de facto dan de jure lah yang patut menjadi wakil Cina di semua badan PBB. Draft resolusi kedua dan ketiga berasal dari 22 negara[8] mendukung representasi tetap Republik Cina di PBB dan bisa memasukkan RRC dalam PBB. Draft resolusi keempat,Arab Saudi menghendaki agar Republik Cina berkonfederasi dengan Pemerintahan RRC dan Republik Cina tetap berdiri sebagai sebuah negara merdeka berstatus netral. Draft kelima dari Tunisia mengusulkan bahwa yang berkedudukan di Dewan Keamanan adalah RRC sedangkan Formosa hanya sebagai anggota PBB.

Dengan dibacakannya 5 draft tersebut, sesuai dengan aturan 91 Tata Cara Majelis Umum PBB, pemungutan suara pun terlebih dahulu dilaksanakan terhadap resolusi pertama 23 negara yaitu A/L 630 mengenai pengembalian semua hak RRC, mengakui wakil pemerintahannya adalah satu-satunya yang sah, dan mendepak wakil Chiang Kay-Sek dari kedudukannya yang tak sah di PBB maupun badan lain yang berhubungan dengan PBB. Hasilnya, 76 setuju, 35 menolak, dan 17 abstain.

Dengan disetujuinya draft pertama, tak perlu lagi ada pemungutan suara terhadap draft yang lainnya. Perdebatan panjang ini pun dimenangkan kubu pro perwakilan RRC atas Cina dalam PBB. Maka, berdasarkan Pasal 28 (1) dan Aturan 13[9] Tata Cara Sementara Dewan Keamanan, resolusi tersebut, oleh Sekretaris Jenderal PBB, disampaikan kepada Menteri Luar Negeri RRC dan menyuruh RRC menaruh wakilnya dalam Dewan Keamanan PBB dengan menyampaikan surat-surat kepercayaan kepada Sekretaris Jenderal. Dengan demikian, kedudukan Republik Cina pun dalam Dewan Keamanan PBB (kemudian) resmi digantikan oleh Republik Rakyat Cina.

Sumber Bacaan :

Suryokusumo, Sumaryo. 1987. Organisasi Internasional. Jakarta : Universitas Indonesia

(UI-Press)



Notes

[1] Sesuai dengan Pasal 23(1) Piagam PBB yang menyebutkan bahwa Republik Cina merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

[2] Uni Soviet dan Cina Komunis telah berhubungan akrab karena berhaluan komunis.

[3] Lihat dokumen Majelis Umum PBB No. A/1123.

[4] Australia, Brazil, Columbia, Gabon, Italia, Jepang, Madagaskar, Nicaragua, Philipina, Thailand,and USA.

[5] Albania, Aljazair, Cambodia, Congo, Cuba, Ghana, Guinea, Mali, Pakistan, Romania, Somalia, and Syria.

[6] Albania, Aljazair, Cuba, Guinea, Iraq, Mali, Mauritania, Republik Demokrasi Rakyat Yemen, Republik Rakyat Congo, Romania, Somalia, Sudan, Syria, Republik Persatuan Tanzania, Yemen, Yugoslavia, dan Zambia, kemudian ditambah Pakistan.

[7] Diajukan oleh 23 negara : Albania, Aljazair, Burma, SriLangka, Kuba, Equatorial Guinea, Guinea, Iraq, Mali, Mauritania, Nepal, Pakistan, Rep. Demokrasi Rakyat Yemen, Rep. Rakyat Kongo, Romania, Sierra Leone, Somalia, Rep. Arab Syria, Sudan, Rep. Persatuan Tanzania, Yemen, Yogoslavia, dan Zambia.

[8] Australia, Columbia, Costa Rica, Dominican Republic, El Salvador, Fiji, Gambia, Guatemala, Haiti, Honduras, Japan, Lesotho, Liberia, New Zealand, Nicaragua, Philippines, Swaziland, Thailand, USA, and Uruguay.

[9] Setiap anggota Dewan Keamanan harus diwakilkan pada pertemuan Dewan Keamanan oleh perwakilan yang resmi. Surat-surat kepercayaan dari wakil dalam Dewan Keamanan harus diserahkan kepada Sekjen paling lambat 24 Jam sebelum dia ikut dalam sidang Dewan Keamanan. Surat-surat kepercayaan harus dikeluarkan baik oleh kepala pemerintahan/negara terkait ataupun Menteri Luar Negeri dari tiap anggota Dewan Keamanan yang akan didudukan dalam Dewan Keamanan tanpa mengeluarkan surat-surat kepercayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar