Rabu, 29 Desember 2010

diplomasi Nuklir Iran ke Venezuela - tugas UAS HI timteng dan afrika, Harmina 2008-22-068, FISIP HI UPDM (B)

Diplomasi Nuklir Iran ke Venezuela

Permasalahan

Kepemilikan nuklir suatu negara di dunia internasional adalah suatu hal yang dianggap dapat mengancam stabilitas dan keamanan internasional. Oleh karena itu, secara resmi negara-negara besar yang dapat memilikinya adalah karena dianggap bahwa negara besarlah yang mampu menjaga keamanan internasional antara lain Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, dan Republik Rakyat Cina yang diatur dalam Nuclear Non-Proliferation Treaty atau NPT.

Yang menjadi salah satu menjadi isu yang cukup controversial adalah upaya pengayaan uranium oleh Iran sebagai upaya untuk mengembangkan nuklirnya. Negara-negara Barat seperti Amerika mencurigai dan khawatir akan upaya Iran tersebut. Akan tetapi Iran selalu berargumentasi bahwa upaya pengembangan nuklirnya adalah bertujuan damai tidak untuk melakukan usaha menciptakan ketakutan ataupun menyerang suatu negara. terbukti jelas bahwa setelah naiknya Shah Reza Pahlevi, Iran dibantu oleh Amerika dan negara Eropa lain melaksanakan proyek nuklirnya.

Akan tetapi sejak naiknya Ahamdinejad dalam Pemilu Juni 2005, dengan perolehan suara 17.248.782 suara atau sekitar 61,69 persen,[i] menjadi sebuah titik awal perlawanan negara yang merasakan ketidakadilan akibat ulah negara Barat.

Dengan lantang Mahmoud Ahmadinejad pada 11 April 2006 mengumumkan keberhasilan Iran melakukan pengayaan uranium dan dia bersumpah tidak akan menghentikan pengayaan uraniumnya apapun yang terjadi dunia harus menyaksikan satu kekuatan nuklir, yaitu Iran.[ii] Bahkan meskipun telah dijatuhi sanksi dalam resolusi 1737 PBB pada Desember 2006.[iii] Dan pada 9 Juni 2010, PBB mengeluarkan Resolusi 1929[iv] yang memberi sanksi kepada Iran melingkupi sektor perdagangan, finansial, energi dan transportasi. Selain itu, larangan penjualan peralatan, teknologi, dan pelayanan untuk sektor energi Iran.[v]

Perumusan Masalah

Kontroversi akan kepemilikan dan upaya melakukan pengayaan uranium serta pengembangan tenaga nuklirnya, membuat hampir sebagian besar negara di dunia mengisolasi Iran dari hubungan internasional. Baik dengan embargo perdagangan Iran, maupun menghentikan ekspor teknologi dan mesin ke Iran seperti yang dilakukan negara Barat yaitu Eropa dan Amerika.

Di lain sisi, negara-negara yang berdasarkan latar belakang historisnya pernah mengalami clash dengan Amerika maupun sekutunya seperti Rusia dan Cina, serta negara-negara tetangga belakang Amerika Serikat yaitu beberapa negara Amerika Latin seperti Venezuela, Bolivia, Ekuador, ataupun sosialis-demokrat yang moderat semisal Brazil dan Chili, mendukung Iran bahkan menolak pemberian sanksi (apalagi bila sanksi sangat berat) kepada Iran. Iran pun cukup gencar menjalin hubungan dan kemitraan dengan negara-negara Amerika Latin salah satunya adalah Venezuela

Yang menjadi pertanyaan dari makalah ini kemudian adalah Apa kepentingan Iran mempererat hubungan dengan Venezuela ?

Kerangka Teori

Untuk melihat alasan Iran menggiatkan diplomasi dan keakraban dengan negara Amerika Latin (dalam hal ini dan) khususnya Venezuela, maka Kepentingan Nasonal adalah teori yang paling tepat. Karena pada dasarnya, menurut kaum realist, setiap negara sebagai aktor yang rasional, akan mengedepankan kepentingan nasionalnya dengan memperhitungkan cost&benefit.

Menurut K. J. Holsti kepentingan nasional adalah citra mengenai keadaan atau kondisi suatu negara dalam sebuah sistem internasional pada suatu waktu tertentu dan menetapkan sasaran-sasaran yang hendak dicapai negara bersangkutan di masa mendatang dengan jalan mempengaruhi perilaku aktor-aktor lain dalam sistem.[vi]

Pembahasan

Iran merupakan negara yang dianggap mengembangkan energy nuklir. Negara tersebut diindakasikan kaya akan sumber daya utama untuk membuat nuklir, yaitu uranium. Iran mengakui dan berupaya meyakinkan dunia internasional bahwa pengembangan nuklir Iran ini adalah bertujuan damai, demi menjadikan nuklir sebagai energi alternatif di tengah krisis energy dan krisis pangan yang sedang dan semakin melanda dunia, meskipun kandungan minyak di Iran termasuk besar.

Akan tetapi, negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan tentunya sekutu-sekutunya, menganggap bahwa Iran adalah sebuah ancaman baru, apalagi dengan nuklirnya. Mereka tidak mempercayai bahwa nuklir Iran bertujuan damai, melainkan untuk dijadikan senjata nuklir. Bahkan, PBB pun mengeluarkan sanksi keempat untuk Iran pada 9 Juni 2010, yaitu melalui Resolusi 1929[vii]yang memberi sanksi kepada Iran melingkupi sektor perdagangan, finansial, energi dan transportasi. Selain itu, larangan penjualan peralatan, teknologi, dan pelayanan untuk sektor energi Iran.[viii]

Hal ini membuat Ahmadinejad semakin geram dan bersikap keras atas upaya Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengisolasi Iran dari pergaulan internasional. Sikap keras Ahmadinejad ini tidak lain adalah bahwa dia membenci ketidakadilan dari tatanan dunia saat ini serta imperialisme yang dilakukan bangsa Barat. Dengan kata-katanya yang tegas dan kasar mengecam Barat—sebagai contoh adalah pada kasus Israel dan Palestina—Ahmadinejad berusaha membuka mata dunia. Bahkan pada pidatonya di dalam Sidang Majelis Umum PBB 23 September 2010, Ahmadinejad diboikot oleh delegasi beberapa negara yaitu AS, Inggris, Swedia karena melontarkan kritik pedas kepada AS, Kapitalisme, dan PBB.[ix]

Dengan dasar itu, Ahmadinejad mengalihkan pandangannya kepada negara-negara di Amerika Latin seperti Venezuela, Bolivia, Ekuador, ataupun sosialis-demokrat yang moderat semisal Brazil dan Chili. Iran ingin mendapat dukungan agar tidak diisolasi dari dunia internasional. Negara-negara Amerika Latin tersebut pun menolak pemberian sanksi (apalagi bila sanksi sangat berat) kepada Iran. Hal ini lah yang menjadi feed back bagi Iran sehingga dia cukup gencar menjalin hubungan dan kemitraan dengan negara-negara Amerika Latin salah satunya adalah Venezuela.

Ahmadinejad melihat kesamaan yang ada pada Venezuela, khususnya pada karakteristik dan pandangan pemimpinnya, yaitu Hugo Chaves. Baik Ahmadinejad maupun Chavez berambisi membentuk suatu "tata dunia baru" untuk menghapus dominasi negara-negara Barat atas permasalahan global.[x] Mereka sama-sama membenci segala bentuk imperialisme Barat yang hanya merugikan dan mengeksploitasi negara-negara kecil. Chavez selama ini memanfaatkan kekayaan minyak Venezuela untuk menentang pengaruh Amerika Serikat di Amerika Latin dan untuk meningkatkan relasi dengan negara-negara yang tidak dekat dengan AS. Ahmadinejad pun mendukung kebijakan anti-Amerika dari pemimpin sosialis Venezuela tersebut. Oleh karena itu, demi mempererat hubungannya, kedua negara yang sama-sama merupakan negara penghasil minyak terbesar di Timur Tengah dan di Amerika Latin, menggiatkan diplomasi khususnya konsolidasi menciptakan aliansi strategis di bidang politik, ekonomi, teknologi, energi, dan sosial.

Hubungan kedua negara ini mulai intensif diawali sejak Chavez memerintah Venezuela pada 1999. Chavez sudah Sembilan kali melakukan kunjungan ke Iran, terhitung dengan kunjungan oktober 2010 ini. kunjungan ini adalah sebagai balasan atas kunjungan Ahmadinejad ke Venezuela, November 2009.[xi] Pertemuan antara kedua kepala negara ini tentunya selalu membahas dan mencerca apa yang Amerika Serikat dan sekutu nya lakukan. Disamping itu, berbagai kesepakatan-kesepakatan perdagangan pun berhasil tercipta dari pertemuan-pertemuan ini.

Chavez dan Ahmadinejad dalam kunjungan Chavez di Iran, 6 September 2009, menyetujui dan mengadakan konferensi pers atas kesepakatan mengekspor bensin ke Iran sebanyak 20.000 barel per hari.[xii] Di satu sisi, Venezuela dapat memanfaatkan hal ini untuk pembelian mesin dan teknologi dari Iran.[xiii] Pada Oktober 2010 pun, kedua negara negara bersepakat meningkatkan kemitraan di bidang pengolahan gas dan petrokimia. Selama lima tahun terakhir, Iran dan Venezuela membentuk sejumlah kerjasama dan kontrak atas proyek-proyek investasi di bidang minyak dan gas, mengingat kedua negara termasuk dalam kelompok penghasil sumber energi terkemuka di dunia.[xiv]

Pada kunjungan Oktober 2010 ke Iran tersebut, dihasilkan kesepakatan yang cukup penting, Iran dan Venezuela menyepakati sebelas perjanjian dalam kerjasama di bidang minyak, gas alam, tekstil, perdagangan, dan perumahan rakyat. Salah satu proyek adalah pembentukan kerjasama pengiriman minyak. Iran bersedia membantu Venezuela untuk mengapalkan minyak mentah ke Eropa dan Asia. Sebaliknya, Venezuela siap membantu Iran mengatasi keterbatasan kapasitas pengolahan minyak.[xv]

Kesimpulan

Menjalin keeratan dalam hubungan perdagangan dapat dikatakan sebagai salah satu upaya Diplomasi Nuklir yang dilakukan oleh Iran terhadap negara-negara Amerika Latin, khususnya terhadap Venezuela. Kepentingan Nasional Iran adalah agar program nuklirnya dapat diterima baik oleh dunia internasional serta menghindari isolasi yang dilakukan propaganda Amerika Serikat dan Sekutunya. Kesamaan musuh mempermudah Iran dan Venezuela untuk lebih intim dalam menjalin hubungan. Keberadaan Venezuela adalah penting dalam konstelasi kepemilikan energy khususnya minyak di Amerika Latin. Beberapa negara Amerika Latin tentunya memiliki ketergantungan terhadap Venezuela. Hal ini bisa dijadikan bargaining position Venezuela untuk mempengaruhi negara-negara tersebut untuk mendukung kemunculan Iran dalam pergaulan internasional dengan nuklir nya. Hal ini akan semakin mengefektifkan dan menguntungkan diplomasi nuklir yang dilakukan oleh Iran ke negara-negara Amerika Latin, dalam hal ini adalah Venezuela.

Endnote



[i] Achmad Munif. 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia. Narasi:Yogyakarta 2007. Hal.11.

[ii]''Fox News'': Iran President: We Won't Retreat 'One Iota'".Foxnews.com.2006-04-14. http://www.foxnews.com/story/0,2933,191588,00.html. Diakses pada 31 oktober 2010. Pukul 18.30 WIB.

[iii] Achmad Munif., Hal. 12

[v] http://dunia.vivanews.com/news/read/167026-sansi-uni-eropa--memukul--iran . Diakses pada 31 oktober 2010. Pukul 18.35 WIB.

[vi] Kalevi J. Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, Cet. Kedua diterjemahkan oleh Wawan Juanda, (Bandung: Penerbit Bina Cipta, 1992). Hal.169.

[xiii] Ibid,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar